Inilah Rumah Poton Hewan milik Pemkot Bandarlampung yang terletak di Jl Wala Abdi Km 6 Kelurahan Waylaga Kecamatan Sukabumi, Bandarlampung yang terlihat sepi aktivitas. Foto : Ferry Arsyad |
BANDARLAMPUNG – Ketua DPRD Bandarlampung Wiyadi meminta pemerintah
kota (Pemkot) Bandarlampung melalui Dinas
Pertanian, Peternakan Perkebunan dan
Kehutanan agar
menindak tegas dan menutup Tempat Potong Hewan (TPH) ilegal.
Menurutnya, merujuk Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2008
tentang Rumah Potong Hewan (RPH), apabila telah berdiri RPH, maka TPH yang ada dimasyarakat
dianggab ilegal dan harus ditutup.
“Persoalan ini sebenarnya persoalan klasik yang sudah sering
digaungkan dewan.Namun lagi-lagi persoalan yang sama selalu terulang. Kita sduah
berulang kali meminta eksekutif melalui dinas terkait agar melakukan tindakan
tegas menutup TPH ilegal yang ada di masyarakat, maupun menggelar patroli
memantau peredaran daging di Bandarlampung, namun hal tersebut nampaknya tidak
dilakukan,” kata Wiyadi, saat ditemui dikediaman pribadinya, Jumat (28/11).
Dijelaskan politisi PDI Perjuangan ini, peredaran daging di
Bandarlampung sangat luar biasa, setiap hari diperkirakan puluhan bahkan
ratusan ekor ternak di potong untuk memenuhi konsumsi daging masyarakat di
Bandarlampung.
Namun anehnya, dari sekian banyak ternak tersebut nyaris
semuanya tidak ada yang memotong di RPH Waylaga. Kerugiannya, ujar dia,
restribusi pemetongan hewan yang seharusnya menjadi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dipastikan menguap.
“Kerugian lainnya adalah tidak terdeteksinya kesehatan hewan
yang dipotong yang berimbas kepada sehat atau tidaknya daging yang dihasilkan.
Karena kita tahu, hewan yang dipotong diluar RPH pasti tidak pernah dicek
kesehatannya oleh dokter hewan. Selain itu kita tidak tahu cara motongnya
seperti apa, sesuai prosedur atau tidak sehingga kehalalannyapun diragukan,”
bebernya.
Dikatakan Wiyadi, pihaknya dulu pernah meminta Dinas
Pertanian, Peternakan Perkebunan dan
Kehutanan Kota Bandarlampung untuk melakukan penertiban TPH ilegal yang ada di
masyarakat. Setelah didesak barulah dinas tersebut bergerak menutup TPH, tapi
hal tersebut tidak dilaksanakan terus menerus dengan konsisten.
“Nggak lama berhenti
lagi, tidak ada penertiban. Kemudian para pemilik TPH kembali melakukan
aktivitasnya secara diam-diam. Nah, ini kan jadi tanda tanya kita juga, kenapa
kok hal ini selalu terjadi seperti ini, hangat sebentar, kemudian hilang lagi.
Kekhawatiran lainnya limbah yang dihasilkan, bisa mengganggu warga sekitar bila
pengolahan limbahnya tidak ada,” ungkapnya.
Menurut dia, Satker
terkait tidak mungkin tidak mengetahui lokasi-lokasi TPH ilegal tersebut.
Wiyadi mencurigai sebenarnya ada permainan dibalik semua itu.
“Jangan-jangan memang
ada main mata antara dinas dengan para pemilik TPH ini. Sebab kalau mereka tahu
keberadaan TPH liar tapi didiamkan saja, itu kan jadi tanda tanya ada apa?,”
curiga dia.
Menanggapi alasan
pemilik ternak enggan memotong di RPH Waylaga karena lokasi yang jauh dan
buruknya jalan, hal itu menurut Wiyadi bisa disiasati dengan cara melakukan
kerjasama dengan cara menyediakan kendaraan khsuus untuk menjemput ternak yang
akan dipotong.
“Dengan begitu tidak
ada alasan dari pemilik ternak untuk tidak memotong di RPH, selain itu mereka
tidak perlu terlalu banyak mengeluarkan dana. Keuntungan lainnya PAD yang
dihasilkan bisa ditingkatkan dan daging yang dihasilkan dijamin kesehatannya,”
sergah pria berkacamata ini.
“Jadi jangan lagi
mereka (satker dan pengelola RPH Waylaga-red)berpangku tangan menunggu saja,
harus jemput bola. Itu kan seperti intruksi Presiden Jokowi, para menteri saja harus
turun langsung menyelesaikan persoalan masyarakat, masa mereka hanya diam menunggu
dibelakang meja saja,” sindirnya.
Ditambahkan Wiyadi,
selain memberikan sanksi tegas bagi RTH ilegal yang tetap membangkang
beroperasi. Dirinya juga meminta Walikota Bandarlampung Herman HN agar segera mengeluarkan
Peraturan Walikota (Perwali), terkait tata pengaturan pemotongan hewan ini.
“Perda nya kan sebenarnya
sudah ada cuma nggak dijalankan, jadi tinggal tindakan tegas saja dari pemkot,
selama tidak ada main mata saya rasa para pemotong pasti mau mengikuti aturan,”
tegasnya.
0 komentar:
Posting Komentar