Senin, 24 November 2014

Importir ‘Bermain’ Gula Rafinas



Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel curiga ada dalang di belakang banjirnya gula rafinasi impor di Lampung. Siapa bermain di air keruh?  

BANDARLAMPUNG  - Lampung kebanjiran gula rafinasi. Ini masalah serius yang harus segera ditanggulangi. Karena itulah, Menteri Perdagangan (Mendag), Rachmat Gobel mengunjungi Lampung, Sabtu (22/11).

Ada tiga perusahaan besar produsen gula yang disambangi. Namun karena keterbatasan waktu, Rachmat Gobel hanya berkunjung ke PT Gunung Madu Plantation (GMP) di Lampung Tengah dan PT Sugar Labinta di Tanjung Bintang, Lampung Selatan.

"Kita akan audit satu per satu (perusahaan). Hasil auditnya minggu depan. Sanksinya, kalau parah bisa sampai pencabutan izin," ungkap Rachmat Gobel usai berkunjung.

Masalah peredaran gula rafinasi di masyarakat, dinilai Mendag, merupakan persoalan serius. Selain merugikan petani tebu karena harga gula anjlok, kesehatan masyarakat pun menjadi terganggu.
Atas dasar itu pula, Rachmat Gobel bersama rombongan Kemendag mengecek langsung sejumlah perusahaan gula dan perusahaan rafinasi gula di Lampung.

“Masalah gula ini menjadi persoalan serius di tanah air. Tingginya harga gula menjadi beban bagi masyarakat. Sementara harga gula murah yang ada di pasaran, disinyalir rafinasi,” terang dia.
Mendag mencatat, harga gula di pasaran anjlok hingga Rp8.500 sebagai dampak dari gula rafinasi.

"Ya, semestinya ada tiga pabrik yang akan saya kunjungi. Tapi, hanya dua (perusahaan) saja. Saya ingin mempelajari dan mengetahui pabrik gula di Indonesia. Karena gula ini isu besar," ungkap Rachmat pula.

Menurutnya, rafinasi merupakan gula industry, bukan untuk konsumen. Persoalan menjadi muncul karena gula rafinasi masuk ke pasaran. “Saya mau lihat, siapa yang bermain di sini,” ujarnya.
Jika nanti berdasarkan hasil auditing sudah diketahui, maka Mendag akan membuat regulasi yang tepat. Khususnya menyangkut permasalahan gula. Menteri juga ingin mengatahui dan memantau langsung, perusahaan mana yang benar-benar serius di bisnis gula, dan yang tidak.

Rachmat Gobel berjanji, Kemneterian Perdagangan akan mengaudit perusahaan-perusahaan rafinasi gula di Indonesia, termasuk 11 perusahaan yang ada di Lampung. Pihak PT GMP belum bisa dikonfirmasi perihal rencana auditing impor gula rafinasi yang akan dilaksanakan Kementerian Perhubungan tersebut.

Manager Administrasi PT Sugar Group Companies (SGC), Heru Sapto melalui pesan singkatnya, semalam, menyatakan tidak mengetahui kedatangan Menteri Perdagangan ke Lampung.
Namun, Heru mendukung upaya Kementerian yang akan mengaudit importir gula di Lampung, karena ini akan menjadi berita bagus untuk industry gula. “Kalau informasinya benar, itu akan menjadi berita bagus untuk industry gula,” kata Heru Sapto.

Menurutnya, yang membuat harga gula terpuruk saat ini, adalah adanya kebocoran atau rembesan gula rafinasi impor yang masuk ke pasar tradisional tanpa terkontrol.

“Mestinya, gula rafinasi dikhususkan untuk industry, bukan untuk konsumsi masyarakat. SGC (PT Sugar Group Companies) punya perkebunan tebu yang diproses menjadi gula, bukan importir gula,” jelas dia.

Konpers
Maraknya peredaran gula rafinasi di pasaran Lampung kurun waktu satu bulan terakhir, sempat membuat ‘tegang’ banyak pihak.

Pemprov Lampung melalui Sekdaprov Arinal Junaidi pun mendadak menggelar konferensi pers (konpres) di pressroom Diskominfo Lampung, beberapa waktu lalu.

Selain Kepala Diskominfo Chrisna Putra dan Kepala Biro Perekonomian Fahrizal, Kadis Perindustrian Tony OL Tobing, Kadis Perdagangan Ferynia, konpers juga dihadiri perwakilan PTPN VII, salah satu produsen gula, Agus Rianto.

“PTPN sengaja diundang, karena ada kaitan dengan pembiayaan yang berkaitan dengan anggaran belanja Negara sekaligus merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” ujar Arinal.
Menurutnya, Lampung sebagai produsen gula terbesar di Indonesia, yakni 40% konsumsi nasional atau 2,69 juta ton dari 5,10 juta ton kebutuhan gula dalam negeri.

Namun, adanya kebijakan pemerintah untuk tidak menggangu gula konsumsi, maka gula rafinasi terpaksa diimport. Butuh 3,7 juta ton gula rafinasi impor, akan tetapi jumlah yang didatangkan tersebut melelbihi kebutuhan. Yakni mencapai 5,9 juta ton.

Artinya, telah terjadi kelebihan gula rafinasi untuk Lampung sebanyak 2,2 juta ton. Kelebihan inilah yang akhirnya dijual ke pasaran, hingga harga gula menjadi anjlok. Indikasi adanya permainan impor rafinasi mulai terlihat, karena Dinas Perindustrian maupun Dinas Perdagangan Lampung tidak pernah memberi izin kepada satu perusahaan pun untuk impor gula rafinasi dalam jumlah besar.

Persoalan semakin serius, manakala gula rafinasi tersebut dijual di pasaran bebas. Sebab,  Kepala Dinas Perdagangan Ferynia menegaskan, gula rafinasi tidak boleh dikonsumsi rumah tangga.
Bahkan, instansi itu mengingatkan kepada masyarakat untuk berhati-hati membeli gula rafinasi karena jenis gula ini belum layak konsumsi. (Arif)

0 komentar: