Rabu, 19 November 2014

Pabrik Pakan CJ Feed Diduga Belum Kantongi Izin AMDAL

Pabrik pakan udang Cheil Jedang Feed (CJ Feed) Lampung beralamat di Jl. Ir. Sutami KM 12 Tanjung Bintang Foto : Ferry
BANDARLAMPUNG, POROS LAMPUNG – Pabrik pakan udang Cheil Jedang Feed (CJ Feed) Lampung beralamat di Jl. Ir. Sutami KM 12 Tanjung Bintang baru saja diresmikan pada Kamis (23/10) lalu oleh CEO Feed and Live Stock Business CJ, Ryu Jong Ha. Pabrik tersebut sebelumnya milik PT. Sirad Confeed yang pailit dan dibeli oleh CJ Feed.

Namun ternyata berbagai perizinan terkait beroperasinya pabrik milik grub Samsung asal Korea ini diduga masih bermasalah.Seperti belum mengantongi izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), Izin lingkungan dan Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH)atau pengolahan limbah dan pemeriksaan Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-PL)sesuai UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Setahu saya CJ Feed belum memiliki izin AMDAL maupun izin pengolahan limbah, izin beroperasinya sendiri baru diberikan sekitar sebulan lalu bersamaan dengan diresmikannya pabrik. Tapi sejak Januari 2014 sebelum izin keluar pabrik sudah beroperasi. Selain itu banyak warga yang mengeluhkan limbah mereka yang dibuang di Kali Kemang. Bahkan beberapa waktu lalu, kutu-kutu dari jagung bahan baku pakan ternak pernah di protes perusahaan disebelahnya PT Delta Fex,” kata sumber Poros Lampung yang enggan disebutkan namanya, belum lama ini.

Pria berusia 32 tahun ini mengatakan, mengapa dirinya mengetahui soal perizinan tersebut karena sebelumnya dirinya pernah bekerja di CJ Feed sebagai tenaga harian lepas (driver) yang bertugas mengantar pekerja asing di perusahaan tersebut.

Bahkan dirinya mengaku sempat diminta mengantarkan dokumen izin operasi pabrik ke salah satu pejabat perizinan di Lampung Selatan. Nilai perizinannya disebut-sebut mencapai Rp650 juta.

“Saya waktu itu sempat kaget kok mahal betul, tapi saat itu si beliau mengatakan hal tersebut biasa, karena Rp150 jutanya adalah untuk upeti yang ditujukan kepada salah satu petinggi di Lamsel,agar izinnya cepat keluar,” ungkapnya.

Selain terbelit persoalan perizinan, CJ Feed juga diduga bermasalah mengenai ketenaga kerjaan. Dikatakan sumber, CJ Feed menggunakan pengerah tenaga kerja outcoursing Agung Jasa Poetra (AJP).

“Seratusan lebih karyawan yang bekerja di sana mulai dari driver, security, administrasi dan sebagainya seluruhnya tenaga outsourcing. Hingga sekarang mereka tidak memiliki kejelasan kontrak kerja, bahkan berapa gaji mereka sebenarnya tidak diketahui karena dipotong oleh AJP,” jelasnya.

Untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut wartawan mencoba melakukan penelusuran. Hasilnya dugaan adanya pembuangan limbah di Kali Kemang di sebelah pabrik kemungkinan benar terjadi.

“Kalau pas mereka buang limbah, ikan-ikan di sini pada mabok mas,” kata Kasno, salah satu warga setempat.

Meski demikian ujarnya, pembuangan limbah tidak selalu saat terjadi. “Kalau terakhir ini udah lama nggak, kalau beberapa bulan lalu iya,” terangnya.

Sementara itu Kepala HRD sekaligus Humas PT CJ Feed Hery Iswandi membantah perusahaannya membuang limbah cair di Kali Kemang. Menurutnya, CJ Feed tidak memiliki limbah cair tapi hanya limbah padat.

“Maaf pak, kami ini pabrik pakan ternak, tidak memiliki limbah cair, tapi hanya limbah padat. Itupun pengelolaannya melibatkan pemuda dan kepala desa di sekitar pabrik,” ujarnya.

Terkait perizinan, Heri mengatakan pabriknya sudah mengantongi izin UKL-PL dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). ”Izinnya sudah kami ajukan dan sudah disetujui untuk diterbitkan. Selain itu saya sudah dari kampung di belakang pabrik katanya ada limbah, kita cek ke sana tidak ada. Saya juga sudah temui pak kadus nya tidak ada itu, jadi masyarakat yang mana yang bilang ada limbah?. Bahkan kami dalam waktu dekat ini berencana melakukan foging untuk lingkungan warga sekitar pabrik,” tandasnya.

Untuk diketahui berdasarkan data analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)di UU RI No 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 62 ayat 2 bahwa, sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi serta wajib dipublikasikan kepada masyarakat.

Penyusunan AMDAL juga sudah diatur dalam Pasal 22 sampai dengan 33 UU RI No 32 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jika AMDAL tersebut disusun melalui langkah-langkah yang benar maka dampak negatif yang timbul dapat diminimalisir karena studi AMDAL dimaksudkan agar pembangunan suatu usaha industri dapat berlangsung secara berkesinambungan, dimana terdapat keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam, SDM, dan kelestarian alam sekitar, dengan cara mengelola buangan/limbah industri sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan sekitarnya.

Pencemaran lingkungan, baik air, tanah, polusi udara, serta kebisingan suara yang telah melebihi ambang batas. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat disekitarnya. Sehingga juga bisa diberlakukan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 99 yaitu sebagai berikut.

1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).

Sedangkan Sanksi Pidana Tidak Mengantongi Ijin Amdal, yakni untuk sanksi Pidana diatur dalam bagian kedua UU No. 32 Tahun 2009 Dalam Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai sanksi pidana bagi pemilik usaha yang tidak memiliki izin lingkungan :

“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.(Ferry Arsyad)
 

0 komentar: