BANDARLAMPUNG- Penyusunan Peraturan
Desa untuk Pengelolaan Hutan Desa, serta proses pengelolaan dan penataan hutan
desa di register 3 Gunung Rajabasa Lampung Selatan yang di kawal Walhi Lampung,
terus menerus dilakukan.
“Kami saat ini terus mendorong
konsep pengelolaan hutan desa tersebut berdasarkan peraturan menteri No.49
tahun 2008 yang kemudian di revisi menjadi peraturan menteri nomor
89/Menhut-II/2014 tentang hutan desa. Proses ini sudah dilakukan sejak 2013
lalu hingga saat ini. Kami juga mendorong proses verifikasi Kemenhut, tentang
penetapan areal kerja hutan desa, rencana kerja tahun hutan desa, dengan
menyusun draf peraturan desa,” ujarnya Jumat (28/11).
Pasca dikeluarkannya SK menteri pada
Maret 2014 lalu, ujar Bejo, SK penetapan areal kerja Hutan Desa yang di berikan
di 22 desa penyangga Hutan kawasan register 3 gunung Rajabasa tahap demi tahap
yang dilakukan oleh pendamping Walhi Lampung dalam memproses mengeluarkan SK
tersebut.
“Saat ini Walhi Lampung terus
berupaya melakukan proses pendampingan sebagai persyaratan izin usaha
pengelolaan hutan desa (IUPHD) yang harus dipenuhi seperti peraturan desa yang
mengatur pengelolaan hutan desa, Badan Pengelola hutan desa BPHD sebagai
lembaga yang mengatur pemanfaatan hutan desa dan peta areal kerja hutan
Desa,dari ketiga proses saat ini sejak tanggal 26-28 November 2014,” ujarnya
melalui rilis.
Masih kata Bejo, pendamping Walhi
Lampung akan melakukan sosialisasi atau konsultasi draf peraturan desa yang di
buat oleh tim Walhi Lampung di 5 desa terlebih dahulu, kelima desa tersebut
adalah Sumur Kumbang, Padan, Cugung, Sukaraja dan Way Kalam.
Dari percepatan proses kelima desa
tersebut di harapkan pada tahun 2014 ini semua perizinan dapat terpenuhi sebagai
syarat pemanfaatan Hutan Desa di Register 3 gunung rajabasa. “Setelah proses
sosialiasi atau konsultasi publik draf perdes, maka agenda selanjutnya di bulan
desa ini akan melakukan pemetaan areal kerja secara detail. Karena sangat rentan sekali jika penentuan
areal batas-batas kerja hutan desa dengan desa-desa yang lainnya, untuk
mengantisipasi jika pengelolaan tidak ada kesepakatan batas, kita akan mencari
kata mufakat. Sebab semua pengelolaan di berikan kepada masyarakat demi
kesejahteraan rakyat, melalui peraturan desa ini yang mengatur tata batas
pengelolaan Hutan desa,” bebernya.
“Hal ini jika tidak di sepakati
batas-batas hutan desa tersebut dapat menimbulkan konflik. Dari 22 desa sebagai
penerima SK areal kerja dari kementerian kehutanan pada waktu itu. Saya
berharap Hutan Desa ini sebagai model pertama di lampung yang bisa di jadikan
percontohan pengelolaan hutan berbasis kerakyatan,sehingga bisa menjadi hutan
lestari masyarakat sejahtera,” tandasnya. (Arif)
0 komentar:
Posting Komentar